Bismillah.. Segala puji hanya milik Allah,
serta sholwat dan salam tidak lupa kita haturkan untuk junjungan tercinta Nabi
terakhir pembawa risalah suci Muhammad Shollallahu ‘alaihi w sallam serta para
sahabat dan keluarganya dan orang-orang yang mengikutinya dengan benar. Pada postingan
kali ini saya akan mencoba mengulas satu pembahasan ringan dan singkat insya
Allah tentang ibadah, khususnya syarat diterimanya ibadah seorang hamba.. :)
Beribadah merupakan fitrah
manusia, setiap manusia yang belum terkontaminasi fitrahnya pasti akan berusaha
untuk mencari sesuatu yang bisa dijadikan tempat beribadah, bergantung,
berharap serta
beserah diri. Karena tanpa ada sesembahan dan Tuhan hati manusia akan terasa kosong, hampa yang kemudian membawanya kepada kehancuran. Hancur karena ia merasa bahwa kehidupannya tidak bertujuan, setelah kematian ia hanya akan menjadi debu dan tidak berarti. Namun bukan itu inti permasalahannya, karena keberadaan Tuhan itu adalah sesuatu yang tidak mungkin lagi diingkari oleh siapapun dan apapun, Tuhan itu pasti dan nyata sebagaimana siang yang terang atau bumi yang kita tempati ini. Tidak ada yang mengingkari keberadaan Tuhan kecuali kebodohan, kegilaan dan kesombongan, permasalahannya adalah bagaimana mengenal Tuhan dan beribadah kepadaNya.
Tuhan yang telah menciptakan alam ini dengan amat teratur dan sangat teliti sehingga tidak seorangpun yang mampu melihat kekurangannya adalah mustahil jika meninggalkan manusia begitu saja tanpa petunjuk dalam mencari (mengenalNya) dan beribadah kepadaNya, adalah mustahil jika membiarkan manusia tersesat dan salah alamat dalam beribadah. Untuk itulah Tuhan mengutus seorang Rasul atau lebih untuk setiap generasi umat manusia sebagai pembawa petunjuk yang menjelaskan kepada kaumnya tentang siapa Tuhan mereka yang sebenarnya dan bagaimana beribadah kepadanya. Rosul itulah yang menjelaskan bahwa Tuhan itu adalah Allah Swt yang telah menciptakan manusia dan seluruh jagatraya ini dan menjelaskan bahwa tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar Dia diibadahi. Sebagai mana disebutkan di dalam salah satu firmanNya:
beserah diri. Karena tanpa ada sesembahan dan Tuhan hati manusia akan terasa kosong, hampa yang kemudian membawanya kepada kehancuran. Hancur karena ia merasa bahwa kehidupannya tidak bertujuan, setelah kematian ia hanya akan menjadi debu dan tidak berarti. Namun bukan itu inti permasalahannya, karena keberadaan Tuhan itu adalah sesuatu yang tidak mungkin lagi diingkari oleh siapapun dan apapun, Tuhan itu pasti dan nyata sebagaimana siang yang terang atau bumi yang kita tempati ini. Tidak ada yang mengingkari keberadaan Tuhan kecuali kebodohan, kegilaan dan kesombongan, permasalahannya adalah bagaimana mengenal Tuhan dan beribadah kepadaNya.
Tuhan yang telah menciptakan alam ini dengan amat teratur dan sangat teliti sehingga tidak seorangpun yang mampu melihat kekurangannya adalah mustahil jika meninggalkan manusia begitu saja tanpa petunjuk dalam mencari (mengenalNya) dan beribadah kepadaNya, adalah mustahil jika membiarkan manusia tersesat dan salah alamat dalam beribadah. Untuk itulah Tuhan mengutus seorang Rasul atau lebih untuk setiap generasi umat manusia sebagai pembawa petunjuk yang menjelaskan kepada kaumnya tentang siapa Tuhan mereka yang sebenarnya dan bagaimana beribadah kepadanya. Rosul itulah yang menjelaskan bahwa Tuhan itu adalah Allah Swt yang telah menciptakan manusia dan seluruh jagatraya ini dan menjelaskan bahwa tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar Dia diibadahi. Sebagai mana disebutkan di dalam salah satu firmanNya:
وما خلقت
الجن والإنس إلا ليعبدون
"Dan
tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu"
Mulai dari nabi Adam alaihi
as-salam sampai nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi w sallam semuanya memiliki
risalah yang sama yaitu menjelaskan kepada manusia tentang Tuhan mereka dan
tatacara beribadah kepadaNya, dan tatacara itu memang berbeda-beda berdasarkan
hikmah Allah untuk suatu kaum sesuai dengan kemampuan mereka namun memiliki
persamaan yang mendasar yaitu mengibadahi Allah swt semata.. manusia yang hidup
di suatu zaman tidak boleh mencari jalan lain selain dari jalan yang telah dibawa
oleh rasul masa itu. Mereka harus mengikuti apa yang dijelaskan untuk mereka
tentang tatacara beribadah, manusia yang hidup dizaman musa as misalkan maka
harus mengikuti apa yang diajarkan oleh Musa dan tidak boleh membuat jalur sendiri
dalam beribadah (Adapun kisah khaidir maka itu adalah kekhususan dari Allah dan
tidak untuk umum), begitu pula manusia yang hidup di zaman Rasulullah Shollallahu
‘alaihi w sallam maka wajib mengikuti petunjuknya dalam segala bentuk
peribadatan kepada Allah Swt. Mereka tidak dibenarkan mencari jalan tersendiri,
tidak pula diperbolehkan mengikuti ajaran nabi-nabi sebelumnya dalam beribadah
kepada Allah swt karena ajaran itu telah diganti oleh Allah dengan diturunkan
nya Rosulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam.
Jika mereka membuat jalan lain selain apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah maka itu akan sia-sia dan membawa mereka kepada murka Allah, karena itu adalah bentuk pembangkangan terhadap ketentuan Allah. Mengapa? Secara tidak langsung sepertinya mereka mengatakan “kami lebih tahu bagaimana cara beribadah dari pada Allah swt“ (wal ‘iyadzubillah). Ibadah adalah hak otoritas Allah yang menentukan sedangkan kita hanyalah pelaksana perintah tersebut, dan tidak ada yang lebih tahu tentang mana yang benar selain pemilik ibadah itu sendiri dan rasul yang telah ditunjuknya. Rosulullah menyebutkan tentang hal itu dalam sabdanya:
Jika mereka membuat jalan lain selain apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah maka itu akan sia-sia dan membawa mereka kepada murka Allah, karena itu adalah bentuk pembangkangan terhadap ketentuan Allah. Mengapa? Secara tidak langsung sepertinya mereka mengatakan “kami lebih tahu bagaimana cara beribadah dari pada Allah swt“ (wal ‘iyadzubillah). Ibadah adalah hak otoritas Allah yang menentukan sedangkan kita hanyalah pelaksana perintah tersebut, dan tidak ada yang lebih tahu tentang mana yang benar selain pemilik ibadah itu sendiri dan rasul yang telah ditunjuknya. Rosulullah menyebutkan tentang hal itu dalam sabdanya:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد (رواه البخاري)
“Siapapun yang
melakukan ibadah yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak”
Di ucapan yang lain beliau
menyebutkan
من أحدث
في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد (مسلم)
"Barang
siapa yang membuat sesuatu yang baru dalam perkara kami (agama) yang tidak ada
contohnya maka ia tertolak"
Sehingga merupakan kewajiban bagi
setiap orang untuk beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang datang dari
Al-Qur’an yang telah dijelaskan oleh rosulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam. Dari
sini maka para ahli ilmu (ulama) merumuskan satu kaidah dalam masalah ibadah
yang masyhur bahwa
الأصل في العبادة حرام
"Asal dari ibadah itu haram (sampai
ada dalil yang memerintahkannya)"
Segala bentuk ibadah harus berdasarkan contoh dan
perintah dari Allah dan Rasulnya baik secara langsung atau secara tidak
langsung begitu pula dalam hal penghalalan dan pengharaman. tidak ada hak
manusia untuk membuat sesuatu yang baru baik berupa bentuk baru yang memang
tidak pernah ada atau gaya baru yang dipoleskan pada ibadah yang pernah dilakukan
oleh Rosulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam walaupun mereka memandangnya
kebaikan. Berdo’a misalkan adalah ibadah yang bersifat mahdhoh maka sejatinya
kita harus mengikuti tatacara yang telah diatur oleh rasulullah Shollallahu ‘alaihi
w sallam dalam melakukannya. Diantara bentuk penambahan yang terkadang
dilakukan oleh sebagian orang dalam hal ini adalah melakukannya dengan cara
berjamaah yang dipimpin oleh satu orang seusai sholat fardhu, kita tidak
mengatakan bahwa do’a itu terlarang, namun hendaknya cara berdo’a itu harus
selaras dengan apa yang dicontohkan oleh rasulullah Shollallahu ‘alaihi w
sallam.
Begitupula dalam masalah peringatan maulidur rasul dan peringatan yang lain yang hari ini marak dilakukan oleh umat Islam maka itu adalah sesuatu yang baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam, walaupun kita memandang itu baik. Tidak ada satu kebaikanpun kecuali telah dicontohkan oleh rasulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam dan diikuti oleh para sahabatnya, sebagaimana disebutkan
Begitupula dalam masalah peringatan maulidur rasul dan peringatan yang lain yang hari ini marak dilakukan oleh umat Islam maka itu adalah sesuatu yang baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam, walaupun kita memandang itu baik. Tidak ada satu kebaikanpun kecuali telah dicontohkan oleh rasulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam dan diikuti oleh para sahabatnya, sebagaimana disebutkan
لوكان خيرا لسبقونا إليه
"Kalau
sekiranya itu kebaikan sudah pasti mereka lakukannya terlebih dahulu"
Para ulama ahlussunnah telah
menyebutkan bahwa ibadah itu terbangun dengan dua syarat, yang mana apabila
salahsatu dari keduanya hilang atau luput dari pelakunya maka ibadahnya rusak
dan tidak diterima. Kedua syarat itu yang pertama ikhlas melakukannya
semata-mata karena mengharapkan keridhoan Allah dan pahalaNya dan yang kedua
adalah mengikuti Petunjuk Rasulullah Shollallahu ‘alaihi w sallam.. ibadah yang
luput dari keikhlasan akan berbuah kesyirikan sedangkan ibadah yang tidak
didasari ittiba’ (mengikuti tuntunan) akan berujung kepada kebid’ahan yang dan
kedua-duanya adalah gerbang kehancuran.
Bila kita melihat dengan seksama
sungguh betapa indah dan teraturnya Islam ini, agama yang universal dan cocok
untuk semua kalangan tanpa terkecuali. Tidak ada satu masalahpun yang
terluputkan dari ajaran Islam mulai dari perkara kecil hingga perkara yang
besar, mulai masalah individu sampai masalah negara sehingga tidak heranlah
kita apa bila seorang yahudi berkata kepada Salman al-farisi
لقد
علمكم نبيكم كل شيئ حتى الخراءة
“Sungguh nabi kalian
telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai masalah buang hajat”
Adapun menambah-nambah perkara
baru didalam agama sama artinya merusak dan melencengkan agama itu sendiri,
karena setiap orang akan datang dengan pandangan yang berbeda tentang kebaikan
sehingga bentuk ibadahpun akan bercorak yang pada akhirnya akan sulit dibedakan
mana yang asli dan mana pula yang baru. Cukuplah bagi kita melihat orang-orang
nasrani karena banyaknya kebid’ahan yang mereka lakukan didalam agama mereka
membuat agama itu jauh melenceng dari sumber asli saat diturunkan. Dari sini
kita memahami bahwa diantara hikmah pelarangan menambah dan membuat ibadah baru
baik bentuknya atau caranya dalam agama adalah agar agama ini terjaga hingga
akhir zaman..
Bukankah mencukupkan diri dengan
ibadah yang dilakukan oleh Rosul itu indah dan mudah? Berbeda dengan banyak
perkara baru yang muncul saat ini, yang kebanyakan justru membuat kita letih
dan pada akhirnya sia-sia.
والله
أعلم
Komentar