Langsung ke konten utama

Berbeda bukan untuk Bermusuh, Berbeda untuk saling mengenal dan melengkapi



Tidak dipungkiri bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan dengan perbedaan dalam banyak sisi. Namun, esensinya tetap sama. Wajah manusia tidak ada yang benar-benar sama antara satu dengan yang lainnya, tapi semuanya memiliki wajah, tangan kita tidak ada yang sama persis walaupun secara umum kita punya tangan, rambut walaupun secara esensi semuanya memiliki rambut namun tidak ada persamaan yang betul-betul sama antara satu dan lainnya, yang paling jelas adalah sidik jari,
tidak ada satupun manusia yang memiliki kesamaan dalam sidik jari meskipun semua orang memiliki sidik jari.
Perbedaan itu tentunya memiliki hikmah yang banyak sekali, kita ketahui ataupun tidak. Allah subhanahu wata’ala menyebutkan bahwa perbedaan penciptaan itu adalah agar kita bisa saling mengenal, selain secara fisik kelompok manusiapun memiliki perbedaan dalam kehidupan ini. Fungsinya agar saling berhubungan dan saling menguatkan. Tidak terbayangkan bagi kita, seandainya semua orang diciptakan dalam bentuk dan detail yang sama, tentunya sangat sulit membedakan mana Ahmad dan mana Muhammad, mana Aisyah dan mana Khadijah. Akan sulit bagi kita menjelaskan ciri seseorang, dan banyak lagi kerusakan social dalam kehidupan.
Mengetahui hikmah dari sesuatu merupakan nikmat setelah nikmat dari sesuatu itu sendiri. Betapa sering seseorang menangis menyesal atas tindakan dan sikapnya terhadap sesuatu setelah terungkap baginya hikmah dari sesuatu itu. Sebagai contoh bagi kita, seorang yang menyesal telah mencabut sebatang pohon kecil di pekarangan rumah karena belakangan ia mengetahui bahwa pohon itu adalah pohon langka untuk obat penyakit yang sedang diidapnya. Begitu pula dengan penciptaan ini, sebagian ada yang bertanya kenapa lalat itu diciptakan dan merasa kesal dengan keberadaannya, padahal setelah diketahui hikmah dari penciptaan tersebut iapun berdecak kagum terhadap Zat yang Maha Mulia Allah Subhanahu wata’ala. Untuk itu mengetahui hikmah tidaklah terlarang sejauh hikmah itu mampu dipahami.
Di antara hikmah lain perbedaan bentuk penciptaan manusia dalam kehidupan ini adalah agar kehidupan ini berjalan dengan baik. Kehidupan yang memiliki tingkatan, antara kaya dan miskin, jelek dan cantik, pintar dan tidak pintar adalah sebuah skema kehidupan yang menjadikan manusia menjadi saling ketergantungan. Dalam penciptaan, kita melihat tidak ada manusia yang sempurna, seorang yang kaya, rupa yang menawan, memiliki kepintaran ternyata tidak lepas dari kekurangan yang membuatnya membutuhkan orang lain. Begitu pula orang miskin, wajah yang tidak menawan, akal yang tidak terlalu pintar ternyata memiliki sesuatu keunggulan yang menjadikan orang lain membutuhkannya. Seorang petani membutuhkan tukang besi untuk membuatkan cangkul, seorang tukang besi membutuhkan beras untuk kehidupan, seorang dokter membutuhkan obat dari bagian farmasi dan bagian farmasi membutuhkan dokter untuk memberikan resep obat jika ia membutuhkannya. Begitulah rantai kehidupan. Namun, perlu menjadi perhatian bagi kita bahwa sebagian besar hasil yang dimiliki oleh seseorang adalah buah dari ikhtiar yang ia lakukan sebagai imtitsalan dari sunnah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Allah yang menentukan takdir semua kehidupan, Ia juga yang telah membuat “ikhtiar” sebagai jalan terjadinya “ketentuan” itu.
Selain perbedaan dalam bentuk indera yang tampak kita juga diciptakan dengan hati yang berbeda pula. Hati adalah inti kehidupan manusia. Ketika hati berhenti berdetak maka berakhirlah hidup seseorang. Sehingga penting pula rasanya untuk membicarakan tentang penciptaan hati. Hati dalam istilah ini adalah jantung bukan hati seperti yang selama ini dipahami oleh sebagian orang. Dalam bahasa Arab, istilah hati disebut dengan qalbun, yang berarti jantung yang berdetak. Adapun hati yang sebagian orang pahami adalah kabidun dalam bahasa Arab. Jantung inilah yang dalam hadis Rasulullah disebutkan :
إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد السجد كله
Apa bila ia baik maka baiklah semua bagian tubuh, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh.
Hati manusia diciptakan dalam keadaan yang berbeda seperti halnya tubuh yang diciptakan berbeda-beda. Namun, perbedaan pada hati tidak sama dengan perbedaan pada fisik yang tampak. Perbedaan itu tidak bisa dirasakan dan diketahui dengan pasti dari setiap orang. Para psikolog dan ahli jiwa menjelaskan tentang pembagian hati secara umum dengan beberapa jenis atau keadaan, di mana setiap jenis hati itu memiliki perbedaan yang paling mencolok dengan jenis lainnya. Ada yang membagi keadaan hati manusia ke dalam 3 bentuk; hissiyun, bashariyun dan sama’iun.
Seorang yang memiliki hati yang bersifat hissiyun adalah mereka yang lembut hatinya, terlihat dari cara berbicaranya yang tidak suka dengan bahasa yang keras, intonasi bahasapun terkadang mampu memberikan gambaran tentang jenis hati yang dimilikinya. Orang yang memiliki hati yang bersifat hissiyun ini biasanya cenderung menyukai kelembutan dan kasih saying yang besar. Hatinya menjadi lebih dominan dalam menentukan setiap sikap dan tindakan serta ucapannya. Hati jenis ini sangat mudah terluka namun mudah memaafkan jika tersentuh hatinya. Dalam pergaulan dengan pemilik hati ini jalan terbaik untuk menjadikan pertemanan dan hubungan tetap langgeng adalah dengan menyentuh hatinya menggunakan bahasa yang indah, lembut dan tidak tergesa-gesa. Hati yang hissiyun ini lebih cenderung kepada seni dan keindahan.
Jenis kedua dari hati manusia adalah hati yang bersifat bashariy. Seakan bertentangan dengan jenis pertama, pemilik hati ini biasanya lebih suka pada hal-hal yang memiliki banyak tantangan, rasa sayangnya sering tidak sebesar logikanya dalam bertindak dan bersikap. Hati jenis ini sering kita terlihat dalam bersikap kasar, suaranya keras, bahasanya spontan, dan tidak mudah tersinggung. Namun, orang lain yang tidak memahami keadaannya akan mudah tersinggung dengan gaya bicara dan sikapnya terutama para pemilik hati hissiy. Buah sikap yang dimiliki hati bashariy ini tidak dipahami sebagai hal negatif pada dirinya, ia merupakan tabi’at hati yang sebagian besarnya adalah bawaan hati walaupun juga tidak terlepas dari pengaruh luar.
Jenis ketiga dari sifat hati adalah sama’i. Ia adalah jenis hati yang terletak di antara kedua jenis hati di atas. Para pemilik hati jenis ini pandangannya datar, berbeda dengan hati hissiy yang pandangan matanya tertunduk kebawah atau hati bashariy yang selalu memandang ke atas. Orang yang memiliki hati ini, tidak suka dengan gaya berbicara yang meledak dan tidak pula berbicara dengan bersajak. Ia seperti pribadi yang calm, dan berada pada pertengahan.
Perbedaan jenis dan keadaan hati ini tidak memiliki arti merendahkan dan mendeskreditkan masing-masing keadaan. Setiap keadaan dan sifat yang terbentuk itu adalah bagian dari hikmah penciptaan. Perbedaan yang ada pada mereka memiliki keutamaan yang mampu melengkapi jalan kehidupan manusia. Wanita, yang lebih cenderung memiliki hati yang hissiy berfungsi untuk membina sumber kehidupan. Lelaki yang lebih cenderung memiliki hati bashariy menjadi pelindung dan benteng dalam kehidupan dan mereka yang sama’I menjadi penyempurna, pemimpin dan penasehat dalam jalan yang kita lalui.
Selain tabi’at, keadaan hati yang telah disebutkan terdahulu juga terbentuk dari factor lingkungan luar diri manusia. Peran keluarga, teman bermain, tempat belajar dan lainya sangatlah besar dalam membentuk jenis hati manusia. Dalam banyak hal, lingkungan adalah sekolah yang paling handal memberikan pengetahuan dan membentuk karakter hati. Sehingga, dalam sebuah riwayat disebutkan tentang seorang penjahat ingin bertobat dari kejahatannya mendatangi seorang alim, dan ia pun diperintahkan untuk meninggalkan lingkungan lamanya dan bergaul dengan lingkungan baru yang sesuai dengan tujuan yang dimaksud olehnya. Rasulullah SAW bersabda :
“jika kamu ingin mengetahui keadaan agama seseorang, maka lihatlah agama temannya”.
Ketiga jenis hati yang kita sebut di atas memiliki keutamaan masing-masing. Tidak bisa dikatakan hati yang hissiy adalah hati yang paling baik sedangkan hati yang bashariy adalah hati yang paling buruk atau sebaliknya. Keburukan dan kebaikan hati tidak berkaitan dengan sifat hati itu, namun di mana hati itu ditempatkan. Hati yang hissiy jika ditempatkan pada peperangan bisa bernilai buruk, misalnya seorang mujahid tidak tega menumpahkan darah musuh karena alasan kasihan. Sementara, dalam keadaan seperti itu sangat dibutuhkan ketegasan dan keberanian melawan kemungkaran demi menegakkan kebenaran. Begitu pula hati yang bashariy tidak baik digunakan untuk memutuskan perkara dalam persidangan, pada saat itu, hati yang bersifat sama’I lebih baik ditempatkan menggantikan hati yang bashariy.
Dalam tubuh manusia pada dasarnya memiliki ketiga jenis hati tersebut. Namun, ada satu bagian yang lebih dominan pada dirinya. Sehingga sering kita temui, orang yang dalam kesehariannya bersikap dengan hati bashariy terkadang muncul juga bentuk hissiy pada dirinya, namun itu tidak menjadikan hatinya hissiy. Jika kita membuka lembaran sejarah tentang para khalifah al-rasyidin kita temui bahwa dari masing-masing sahabat yang mulia itu memiliki kecenderungan yang berbeda-beda dalam sikapnya. Abu bakar r.a dikenal dengan jiwanya yang penyayang dan penuh kelembutan, Umar r.a dikenal dengan sikapnya yang tegas dan pemberani serta memiliki bahasa yang kuat dalam menyampaikan pesan, Usman bin Affan r.a terkenal dengan ketenangan dalam bersikap hingga para malaikatpun merasa malu padanya serta Ali bin Abi Thalib yang juga memiliki ketegasan dan ketenanga dalam hidupnya. Ketika setiap bentuk bawaan hati manusia itu diletakkan pada kadarnya masing-masing, ia akan melahirkan kebaikan yang sangat banyak untuk sumbangan kehidupan ini. Namun, seringkali kita tidak mampu bahkan mengenali hati kita sendiri kemana akan kita arahkan.
            Demikianlah penciptaan hati dari sang Pencipta yang Maha Mulia, Allah SWT. Tugas kita sebagai penjalan kehidupan memahami setiap perbedaan yang ada dan memberikan alasan dari setiap bentuk sikap yang kita temui dengan hati yang terbuka dan berilmu. Maksudnya, dengan mengetahui perbedaan ini, kita mampu menepis banyak perselisihan yang sering muncul bukan karena setiap orang ini membunuh orang lain tapi karena ia merasa orang lain yang ingin membunuhnya. Respon dari perasaan itu, ia pun terlebih dahulu membunuh orang lain. Padahal, respon yang ia terima dari orang lain sebelum itu bukanlah seperti apa yang ia pahami.

Komentar

Postingan Terpopuler

Tsaqafah Islamiah, Pengertian Dan Pemahamannya (1)

Pengertian Tsaqafah Saat Berdiri Sendiri dan Saat Disandarkan Pada Kata Lain Hari ini kata tsaqafah banyak digunakan dalam berbagai bidang dan studi, baik itu berbicara, menulis, ceramah-ceramah maupun seminar-seminar, sehingga tidak jarang kita mendengar orang-orang mengatakan “sifulan orang yang memiliki tsaqafah” dan “sifulan tidak memiliki tsaqafah” dan lain sebagainya. Juga sering kita mendengar orang mengatakan tsaqafah islamiah dan tsaqafah barat, lantas apakah sebenarnya definisi tsaqafah itu?

Bentuk Ungkapan Bermakna Wajib dalam Ushul Fiqh (3)

Dalam ushul fiqh, hukum terbagi menjadi lima macam; wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Pada tulisan ini, kita akan memaparkan lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang bentuk-bentuk ungkapan yang mengandung makna wajib dalam nash-nash Al-Quran dan Sunnah. Untuk melihat tulisan  sebelumnya kamu bisa mengunjungi  di sini 6. Diantara lafaz yang mengandung makna wajib dalam dalil-dalil syar’I, adalah lafaz “ له عليك فعل كذا ”. Makna kalimat tersebut secara letterlijk berarti “wajib atasmu untuknya melakukan ini atau itu”. Apa bila kita menemui dalam nash lafaz yang bentuknya seperti itu maka lafaz itu mengandung makna wajib pada asalnya,kecuali ada qarinah lain yang membuat maknanya menjadi selain itu. Contoh nash yang mengandung bentuk lafaz seperti itu adalah firman Allah : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلً “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan...