Langsung ke konten utama

Samak Kulit Bangkai Hewan

Zat-zat yang bernajis, apa yang bisa disucikan dengan disamak dan apa yang tidak bisa disamak
disarikan dari kitab "tasynif al-asma' syarh mukhtashar abi syuja'

Samak dalam bahasa arab biasa disebut "الدباخ"  yang berarti menghilangkan busuk dan lelehan najis yang ada pada kulit baik berupa sisa darah maupun yang lainnya. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dhibaqh ini adalah menyamak kulit hewan, Baik itu dengan menggunakan alat-alat pembersih tradisional seperti daun-daun yang wangi atau wangian tradisional atau menggunakan alat-alat pembersih modern. Jadi,
tidak diharuskan menyamak kulit ini dengan sesuatu yang khusus, segala yang bisa digunakan untuk membersihkan dari busuk dan sisa kotoran-kotoran yang menempel pada kulit tersebut maka telah mewakili penyamakan tersebut.
Kulit bangkai bisa dibersihkan dengan cara disamak, hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan imam abu daud dalam kitab sunannya, dari bintu sabi’, ia berkata :
dulu aku memiliki seekor kambing di daerah uhud, dan kemudian kambing itu mati, kemudian aku mendatangi Maimunah istri rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, lalu aku sampaikan hal itu kepadanya.
 Ia berkata kepadaku; sebaiknya engkau ambil kulitnya dan bisa engkau manfaatkan.
 aku kemudian berkata;  apakah itu halal ?
Beliau menjawab; benar, suatu ketika pernah beberapa lelaki quraisy lewat di depan Rasulullah, mereka menyerek seekor kambing (yang sudah mati) seperti keledai, maka Rasulullah berkata kepada mereka; “kalaulah sekiranya kalian ambil kulitnya tentu lebih baik”, merekapun menjawab; ia seekor bangkai, Rasulullah berkata; “dia bisa disucikan dengan air dan qarz (sabun tradisional)”. (lafadz hadits dalam shahih muslim)
Dikecualikan dari kulit bangkai yang bisa disamak adalah kulit anjing dan kulit babi atau hasil dari perkawinan silang keduanya, atau perkawinan silang salah satu dari keduanya dengan hewan yang suci, maka kulitnya tidak bisa disamak. Dari pengecualian ini bisa dipahami bahwa semua kulit bangkai hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, baik itu dari hewan buas atau tidak, maka ia bisa disucikan dengan disamak untuk kemudian dimanfaatkan. Ini merupakan pendapat madzhab syafi’i berdasarkan keumuman hadis ;
أيها إهاب دبغ فقد طهر (متفق عليه)
“semua kulit yang disamak maka menjadi suci”
Menurut pendapat imam abi syuja’, tulang bangkai dan bulunya adalah najis. Berdasarkan firman Allah ;
حرمت عليكم الميتة
“Telah diharamkan atas kalian bangkai..”
Menurutnya, pengharaman sesuatu yang awalnya tidak haram dan tidak ada bahaya dari memakannya menjadi dalil tentang kenajisannya, tulang dan bulu adalah bagian dari bangkai itu maka keduanya adalah najis.
Adapun pendapat yang lebih kuat memandang sucinya tulang dan bulu bangkai, karena asalnya adalah suci dan tidak ada dalil yang menunjukkan kenajisannya, dan juga yang perlu diketahui, bahwa ‘illah dari najisnya bangkai adalah karena bangkai itu mengandung darah yang tertahan, sedangkan tulang dan bulu tidak mengandung darah yang tertahan. Adapun jawaban untuk dalil pengharaman bangkai di atas, bahwa tidak mesti pengharaman itu berarti najis, karena Allah juga mengharamkan penggunaan emas dan sutera dan keduanya adalah suci berdasarkan ijma’.
Adapun manusia, tidak ada khilaf padanya, rambut dan tulang manusia adalah suci, karena manusia tidak menjadi najis karena mati. Sebagaimana firman Allah ;
ولقد كرمنا بني آدم
“dan telah kami muliakan anak keturunan adam”
Dan diantara bentuk pemuliaan adalah dengan tidak dihukumi sebagai najis, sama saja apakah dia muslim atau kafir. Sedangkan firman Allah;
إنما المشركون نجس
“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis”
Maka maknanya adalah najis maknawi bukan najis badan, karena kotornya keyakinan mereka.
Demikian pembahasan tentang kulit hewan yang bisa disamak.

Komentar

Postingan Terpopuler

Tsaqafah Islamiah, Pengertian Dan Pemahamannya (1)

Pengertian Tsaqafah Saat Berdiri Sendiri dan Saat Disandarkan Pada Kata Lain Hari ini kata tsaqafah banyak digunakan dalam berbagai bidang dan studi, baik itu berbicara, menulis, ceramah-ceramah maupun seminar-seminar, sehingga tidak jarang kita mendengar orang-orang mengatakan “sifulan orang yang memiliki tsaqafah” dan “sifulan tidak memiliki tsaqafah” dan lain sebagainya. Juga sering kita mendengar orang mengatakan tsaqafah islamiah dan tsaqafah barat, lantas apakah sebenarnya definisi tsaqafah itu?

Bentuk Ungkapan Bermakna Wajib dalam Ushul Fiqh (3)

Dalam ushul fiqh, hukum terbagi menjadi lima macam; wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Pada tulisan ini, kita akan memaparkan lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang bentuk-bentuk ungkapan yang mengandung makna wajib dalam nash-nash Al-Quran dan Sunnah. Untuk melihat tulisan  sebelumnya kamu bisa mengunjungi  di sini 6. Diantara lafaz yang mengandung makna wajib dalam dalil-dalil syar’I, adalah lafaz “ له عليك فعل كذا ”. Makna kalimat tersebut secara letterlijk berarti “wajib atasmu untuknya melakukan ini atau itu”. Apa bila kita menemui dalam nash lafaz yang bentuknya seperti itu maka lafaz itu mengandung makna wajib pada asalnya,kecuali ada qarinah lain yang membuat maknanya menjadi selain itu. Contoh nash yang mengandung bentuk lafaz seperti itu adalah firman Allah : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلً “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan...